Apa itu kebahagiaan? Memiliki kekayaan yang tidak habis seumur hidup? Ataukah bersama sekelompok teman baik bersuka-cita menikmati keindahan alam?
Sebenarnya hal-hal ini bukanlah kebahagiaan sesungguhnya. Lalu apa kebahagiaan sejati itu? Ketika orang lain melakukan kesalahan kepada kita, kita masih dapat bertoleransi, dengan demikian barulah akan memperoleh kebahagiaan sejati.
Bertoleransi dapat membuat seseorang menjadi semakin teguh. Artinya:
“Jangan menggunakan kesalahan orang lain untuk menghukum diri sendiri.”
Han Xin, Jenderal besar zaman China kuno, pendiri Dinasti Han, pernah diprovokasi oleh seorang berandalan di pasar. Untuk dapat lewat Han Xin dipaksa merangkak melalui selangkangannya (pada zaman itu, merangkak melalui selangkangan merupakan cara penghinaan terhadap seseorang). Han Xin tidak menginginkan terjadi konflik dengannya, setelah berpikir sesaat akhirnya ia menyetujui permintaan yang tidak logis ini.
Sekalipun telah dihina, Han Xin masih tidak ingin mencela pihak lain. Saat menghadapi masa-masa sulit, Hanxin bersikap tenang, sehingga hatinya menjadi semakin kokoh. Seperti keuletan rerumputan dalam menghadapi angin dan hujan, sangat sulit untuk dipatahkan. Yang paling patut dibanggakan seseorang bukanlah keberhasilannya, melainkan sikap yang terefleksi saat menghadapi keadaan yang bisa membuat frustasi.
Toleransi dapat membuat seseorang menjadi lebih berani. Inilah yang disebut, “Ketika Anda bertoleransi kepada orang lain, tidak akan ada musuh.” Saya ingat sebuah kisah yang terjadi di India.
Ketika sang Budha (Sidharta Gautama) masih hidup, karena sesuatu alasan pernah ada orang yang iri hati terhadapnya. Mereka ingin membunuh sang Budha, maka direncanakan menempatkan seekor gajah besar yang mabuk pada jalan yang akan dilalui sang Budha agar gajah mabuk tersebut menabrak sang Budha.
Pada suatu hari sang Budha benar-benar melewati lembah itu. Orang yang iri padanya melepaskan gajah mabuk tersebut dan menerjang ke arah sang Budha. Dengan penuh toleransi, kasih sayang, kedamaian dan ketenangan, sang Budha memandang gajah tersebut. Tiba-tiba, gajah mabuk itu menghentikan langkahnya dan sang Budha selamat.
Toleransi dapat membuat orang lebih berpikiran terbuka. Xie Kunshan, seorang pelukis dengan mulut, menjadi cacat karena tidak sengaja menyentuh kabel listrik ketika bekerja. Arus listrik menyengat seluruh tubuhnya, ketika siuman mendapati dirinya tergeletak tak berdaya di rumah sakit. Dia menatap kedua lengannya yang telah diamputasi, dan berharap kejadian itu hanyalah sebuah mimpi buruk semata.
Setelah kesehatannya pulih, ada orang yang mengusulkan dirinya menjadi seorang pengemis, agar dapat menyambung hidup. Hanya meletakkan sebuah mangkuk di depannya, sudah mendapat uang. Namun Xie Kunshan berkata, “Saya hanya melihat apa yang saya miliki, bukan melihat apa yang tidak saya miliki.”
Dia berjuang melatih diri makan tanpa tangan, kemudian mulai menulis dan menggambar dengan mulut. Pada awalnya sangatlah sulit dan menyakitkan. Sebenarnya kemalangan Xie Kunshan tidak berhenti sampai di situ.
Saat masih duduk di SMU, ia meminta adik perempuannya memperbaiki buku yang rusak. Ketika membuka paku bukunya, karena kurang hati-hati telah membentur mata kanannya sehingga selaput jalanya terlepas. Dengan demikian ia juga telah kehilangan sebuah matanya.
Setelah memasuki dunia seni, dengan pikiran yang lebih terbuka melewati lembah kehidupan, justru telah membuatnya melupakan penderitaan. Kalau saja saat itu ia tidak dapat melepaskan kondisi yang dihadapinya, menuruti saran orang menjadi pengemis, membenci manusia atau sepanjang hari menangisi nasib, pasti Xie Kunshan tidak akan memiliki kesempatan belajar berpikiran terbuka dan menjadi orang yang berhasil dalam hidup.
Manusia terkadang dapat diselimuti awan kemuraman karena kesalah-pahaman; mungkin juga di dalam perjalanan hidup kita perlu berdoa untuk mengolah perisai kekuatan. Biarlah keberanian mengembangkan visi baru, biarlah pikiran terbuka membawa kita menghadapi wajah asli kehidupan, menuju ke kehidupan yang lebih cemerlang dan kaya makna.
0 comments:
Post a Comment