Indonesia merupakan negeri yang kental dengan budaya timurnya yang sopan, santun, dan berperikemanusiaan. Bahkan dalam falsafah negara dikenal pada sila ke duanya dengan "kemanusiaan yang adil dan beradab".
Bukti bentuk implementasi dari sila kedua tentang kemanusiaan telihat dari bagaimana rakyat Aceh menyambut kaum muhajirin etnis Rohingya yang terzalimi dan butuh bantuan. Masyarakat pun berbondong-bondong menyambut tamu ujian dari Allah ini dengan menolong dan memberikan kebutuhan mereka.
Imigran etnis Rohingya yang terzalimi merupakan bentuk salah satu ujian dari Allah kepada kita rakyat Indonesia yang 99% muslim agar dapat mengayomi dan menolong saudara seiman.
Etnis Rohingya ini sendiri sudah ditolak oleh beberapa negara untuk menampung mereka seperti Thailand dan Malaysia. Miris kita lihat dimana sekat pembatas negara menjadi suatu sebab keegoisan kita.
Walaupun dunia memuji Aceh dengan segala upaya menolong Rohingya. Ternyata kemanusiaan juga muncul di negeri jauh sana seperti Turki dan Saudi.
Namun, kebijakan yang kemudian di tetapkan di Indonesia telah merobek arti kemanusiaan pada sila kedua dan menyangkal akan makna "ummatan wahidah" (ummat yang satu). Seperti kabar yang kita dapati senin lalu, bahwa TNI akan menghalau etnis Rohingya masuk ke Indonesia.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan, Pemerintah Indonesia tak akan membiarkan wilayah lautnya dimasuki kapal-kapal pengungsi Rohingya. Menurut dia, bantuan kemanusiaan tetap akan diberikan kepada pengungsi yang terusir dari Myanmar tersebut, namun tetap melarang mereka masuk apalagi menepi di daratan Indonesia.
"Untuk suku Rohingya, sepanjang dia melintas Selat Malaka, kalau dia ada kesulitan di laut, maka wajib dibantu. Kalau ada sulit air atau makanan kami bantu, karena ini terkait human. Tapi kalau mereka masuki wilayah kita, maka tugas TNI untuk menjaga kedaulatan," ucap Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jumat (15/5/2015).
Moeldoko menuturkan bantuan akan diberikan di tengah laut, sehingga kapal-kapal yang ditumpangi pengungsi Rohingnya tidak perlu memasuki wilayah teritori Indonesia. Patroli yang dilakukan oleh TNI Angkatan Laut dan Angkatan Udara juga akan dikerahkan untuk menjaga wilayah laut Indonesia tetap steril.
Menurut Moeldoko, langkah ini diambil lantaran keberadaan para pengungsi ilegal ini justru menimbulkan persoalan sosial.
"Urus masyarakat Indonesia sendiri saja tidak mudah, jangan lagi dibebani persoalan ini," ucap Moeldoko.
Oleh karenanya TNI AL telah mempersiapkan kapal-kapal militer untuk menghalau datangnya kaum-kaum yang terzalimi itu ke Indonesia.
"Empat kapal perang dan sebuah pesawat berpatroli di pantai Aceh untuk mencegah perahu imigran masuk," kata Kepala Pusat PeneranganTNI Mayor Jenderal Fuad Basya, seperti dilansir The Guardian, Selasa (19/5/2015).
Namun berbeda dengan negara super seperti Turki dan Saudi. Dikabarkan, seperti yang saya kutip dari Eramuslim bahwa Turki telah mempersiapkan kapal-kapal militer AL untuk ikut serta dalam misi penyelamatan etnis Rohingya yang terombang-ambing di laut Andaman.
"Pemerintah telah menginstruksikan kapal militer Turki di wilayah tersebut dan bergabung dengan upaya internasional untuk membantu para pengungsi Rohingya," kata Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu seperti dilansir dari Xinhua, Rabu (20/5).
Tak hanya itu, relawan dari Turki yang tergabung dalam Non-Governmental Organization (NGO) Asal Turki İnsani Yardım Vakfı (IHH) telah tiba di Aceh untuk memberikan bantuanya terhadap para pengungsi Rohingya yang berada di Aceh.
Sedangkan di Saudi Arabia dengan raja barunya King Salman Bin Abdul Aziz. Dimana 170.000 warga Rohingya diakui dan diizinkan tinggal di negri Saudi.
Pemimpin komunitas Muslim Rohingya di Arab Saudi Abu Al-Shamie Abdulmajid mengatakan mimpi mereka jadi kenyataan untuk bisa menjadi warga yang sah di Arab Saudi.
Menurutnya, hal itu berkat langkah kerajaan Arab Saudi yang mengakui keberadaan warga Rohingya di negara itu.
Diberitakan Saudi Gazette, hari ahad (15/03/2015), Kerajaan Arab Saudi telah memberikan izin tinggal (iqama) kepada 170 ribu pengungsi Muslim Rohingya di negara tersebut. Sementara jutaan penduduk Rohingya lainnya tengah menjalani proses penerimaan iqama.
Media lain, Arab News memberitakan, masih ada sekitar 4 juta warga Rohingya di Saudi kini berhak untuk mendapatkan iqama.
Abdulmajid bahkan mengatakan warga Rohingya telah lebih dari 70 tahun lalu menjadi bagian dari Arab Saudi, setelah kabur dari pembantaian etnis di Myanmar.
Bahkan kini, warga Rohingya bisa bebas bekerja, mendapatkan layanan medis dan menempuh pendidikan di sekolah pemerintah serta hak-hak warga negara lainnya.
Selain Turki dan Saudi, Aceh yang juga bagian dari Indonesia telah memberikan kontribusi yang banyak untuk peristiwa sejarah peradaban ini. Kebaikan rakyat Aceh pun telah diberitakan lintas internasional. Aceh kini telah membuat suatu sejarah dan peradaban baru bagi dunia. Tak hanya Aceh, rakyat Indonesia pun turut berbartisipasi dalam misi kemanusiaan Rohingya.
Dan saya yakin, walaupun mereka sempat ditolak di Thailand dan Malaysia. Rakyat disana juga banyak menaruh rasa iba dan keinginan untuk menolong walaupun terhalang oleh kebijakan pemerintah.
Namun, walau bagaimanapun Indonesia telah dipermalukan oleh Turki dan Saudi. Tatkala Indonesia mempersiapkan kapal-kapal AL untuk menghalau tibanya imigran Rohingya, maka Turki dengan segala persiapan kapal-kapal AL dikerahkan untuk menyelamatkan merka. Tatkala Saudi Arabia telah memberikan izin hidup di negara mereka, Indonesia malah kebingungan dengan hadirnya mereka.
Dengan demikian harus kita akui ketidak berdayaan negara kita jauh dibawah negeri Turki dan Saudi yang kadang kita sendiri sebagai warga Indonesia meledek dan menghina mereka. Dengan kekacauan politik serta sosial di negeri ini, membuat kita sadar betapa begitu akutnya penyakit yang diderita Indonesia.[zulfanafdhilla.com]
0 comments:
Post a Comment