Mulai bulan ini, pemerintah dan Bank Indonesia mulai melakukan sosialisasi terkait program penyederhanaan mata uang rupiah atau yang disebut redenominasi.
Bersamaan dengan proses sosialisasi, pemerintah dan bank sentral juga tengah mengupayakan agar undang-undang redenominasi bisa tuntas pembahasannya di DPR.
"Kita sedang konsultasi publik, sudah ke DPR. Kita sudah diminta untuk sosialisasi. Tapi kita masih sosialisasi yang umum dulu. Yang pasti kita masih menunggu Undang-undangnya jadi dulu. Itu 2013 kemungkinannya. Baru dibicarakan mungkin awal 2013," ucap Direktur Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Difi Ahmad Johansyah di Gedung Bank Indonesia, Jumat (7/12).
Namun, Difi tidak dapat menyebutkan target selesainya pembahasan UU tersebut. Setelah disahkan, nantinya akan masuk pada fase atau masa transisi.
Yang menarik, pada masa transisi nanti, masyarakat akan menggunakan dua mata uang yakni mata uang rupiah yang lama dan mata uang baru hasil redenominasi.
"Bedanya cuma nol nya yang satu dihilangkan. Mungkin desainnya sama, tapi yang jelas nol nya dihilangkan. Biar tidak bingung, nilainya sama dengan uang yang lama," jelas Difi.
Selama masa transisi, lanjut Difi, semua yang terlibat dalam transaksi jual beli, termasuk pedagang akan diwajibkan untuk membanderol produknya dengan dua nominal mata uang.
"Jadi misalnya nasi goreng harganya Rp 20.000, bayarnya dengan uang Rp 20.000 bisa. Misalnya nanti nasi goreng harganya Rp 20, nanti bayarnya pakai uang Rp 20. Jadi nanti kewajiban bagi pedagang untuk menginformasikan dua jenis label," paparnya.
Dia menyebutkan, masa transisi ini akan berjalan cukup panjang atau bertahun-tahun. Bank Indonesia belajar dari negara lain yang sukses melakukan penyederhanaan.
"Di Turki, masa transisi ini sekitar lima tahunan sampai masyarakatnya terbiasa dengan uang yang baru," tutup Difi.
0 comments:
Post a Comment