1. Syafrudin Prawiranegara
Dua orang ini (Syafrudin Prawiranegara dan Mr. Assaat) pernah menjabat sementara ketika eranya Soekarno. Syafrudin Prawiranegara menjabat Presiden/ketua PDRI (Pemerintahan DaruratRepublik Indonesia) ketika Soekarno dan M. Hatta ditawan Belanda dan ketika ibukota Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Agar pemerintahan tetap eksis dan berjalan, akhirnya dibentuklah PDRI dengan Syafrudin Prawiranegara sebagai penjabat presiden. Syafrudin menjabat Presiden Indonesia Darurat sejak 19 Desember 1948. Tepatnya di Koto Tinggi, Kec. Suliki, Kab. Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Sekitar 20 KM dari Kota Payakumbuh. (Saat itu dalam provinsi Sumatera Tengah: Sumatera Barat sekarang, Riau, dan Jambi). Dan sejarah ini diakui oleh pemerintah pada 19 Desember 1998.
Sedikit Gambaran
Saat itu Syafrudin Prawiranegara selaku menteri pertanian saat itu sedang berkelawat ke Bukittinggi, Sumatera Barat. Di RRI beliau mendengar bahwa Yokyakarta telah jatuh ke tangan Belanda dan Soekarno-Hata ditangkap Belanda. Lalu beliau berinisiatif untuk mengisi kekosongan pemerintahan.Dari Bukittinggi, Syafrudin Prawiranegara berangkat ke Halaban (15 KM dari Kota Payakumbuh) untuk mengadakan rapat darurat dengan para staf dan petinggi-petinggi daerah. Dan keputusan dari pertemuan tersebut adalah memindahan Ibu Kota Negara sementara dari Yokyakarta ke Koto Tinggi, Suliki. Karena dari aspek geografis, Koto Tinggi yang dikungkungi bukit-bukit, sangat cocok untuk pertahanan dari serangan Belanda.Syafrudin Prawiranegara menjabat di Koto Tinggi ini selama 8 bulan. Setelah Sokarno-Hatta dilepaskan kembali oleh Belanda dan Pusat pemerintahan dikembalikan ke Jakarta. Namun karena ide-ide dan pengaruh komunis sangat kental dalam pemerintahan Soekarno, Sumatera Tengah saat itu melakukan pemberontakan untuk melepaskan diri. Perang itu berkobar dimana-mana. Dan sampai sekarang peristiwa itu ditutup rapat dalam sejarah.Mr. Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulis Sjafruddin Prawiranegara (lahir di Serang, Banten, 28 Februari 1911 – meninggal di Jakarta, 15 Februari 1989 pada umur 77 tahun) adalah pejuang pada masa kemerdekaan Republik Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Presiden/Ketua PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda saat Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948.Mr. assaatLahir di sebuah kampung bernama Kubang Putih Banuhampu, pada tanggal 18 September 1904. Memasuki sekolah agama "Adabiah" dan MULO Padang, selanjutnya ke STOVIA Jakarta. Karena jiwanya tidak terpanggil menjadi seorang dokter, ditinggalkannya STOVIA dan melanjutkan ke AMS (SMU sekarang). Dari AMS Assaat melajutkan studinya ke Rechts Hoge School (Sekolah Hakim Tinggi) juga di Jakarta.Pertama di Jakarta, dengan tempat bersidang di bekas Gedung Komidi di Pasat baru dan di gedung Palang Merah Indonesia di Kramat. Demi kelanjutan Revolusi Indonesia, sekitar tahun 1945 dipindahkan ke Yogyakarta.Kemudian pada tahun itu juga KNIP dan Badan Pekerja, pindah ke Purwokerto, Jawa Tengah. Ketika situasi Purwokerto dianggap "kurang aman" untuk kedua kalinya KNIP hijrah ke Yogyakarta. Pada saat inilah Mr. Assaat sebagai anggota sekretariatnya. Tidak lama berselang dia ditunjuk menjadi ketua KNIP beserta Badan Pekerjanya
0 comments:
Post a Comment