"Kebahagiaan tidak ditentukan oleh apa yang kita miliki, tetapi oleh bagaimana kita menikmati apa yang kita miliki. Kita bisa bahagia dengan memiliki sedikit atau bisa juga sengsara sekalipun memiliki banyak." (W. D. Hoard)
Sepasang suami istri sedang menantikan kehadiran buah hati di tengah-tengah mereka. Telah lima tahun menikah, tetapi sang buah hati yang mereka harapkan tidak kunjung datang. Berbagai cara sudah ditempuh, mulai dari memeriksakan diri ke dokter, tidak mengambil pekerjaan yang dapat menyebabkan mereka stress, berolahraga dengan teratur, sampai bulan madu yang kedua. Namun, tetap saja mengecewakan, Tes laboratorium selalu menunjukkan hasil negatif.
Sampai akhirnya, pasangan suami istri itu mulai menjadi depresi dan saling menyalahkan diri. "Suamiku, maafkan aku. Aku tidak dapat menjadi istri yang baik untukmu. Aku tidak dapat membuatmu bahagia!" Air mata sang istri mengalir deras.
"Tidak. Akulah yang tidak dapat memberimu seorang anak. Aku telah gagal menjadi seorang kepala keluarga. Maaf, aku sudah mengecewakanmu."
Masalah rumah tanga dan pekerjaan kantor membuat sang suami lebih frustrasi. "Tuhan apa yang salah dariku? Telah bertahun-tahun aku mengikut-Mu dengan setia. Aku tidak pernah melakukan sesuatu yang membuat-Mu kecewa. Namun sekarangapa yang telah Kau lakukan kepada keluargaku? Engkau membuatnya menjadi berantakan! Selama ini aku terus berdoa dan meminta, berharap Engkau akan memberi kami seorang anak. Aku terus mencari sampai menemukan jawaban yang pasti dari-Mu. Aku tak bosan mengetuk pintu hati-Mu, meskipun Engkau bergeming. Apalagi yang kurang Tuhan? tidak dapatkah pengorbananku yang tulus ini menggetarkan hati dan membukakan pintu yang selama ini Engkau tutup?"
Di tengah keputusasaannya, ia mendengar ada suara datang dari hatinya, "Apakah kehadiran seorang anak lebih penting daripada kehadiran-Ku di dalam keluargamu? Apakah hidupmu tidak akan bahagia jika keinginanmu itu tidak Aku penuhi? Mengapa engkau menaruh persyaratan pada kebahagiaanmu. Engkau sering mengatakan, 'Kalau saya tidak mendapatkan seorang anak, saya tidak akan pernah bahagia.' Itukah standar kebahagiaanmu di dalam hidup ini?"
Apakah Anda pernah endengar seseorang yang berkata, "Kalau tidak mendapat ini atau itu, saya pasti tidak akan pernah bahagia dan mau mengucap syukur." Dengan kata lainmereka berkata, "Jika belum menjadi seorang jutawan, saya tidak mau berteria kasih pada Tuhan. Kalau tidak memiliki mobil mewah, saya pasti tidak akan bahagia."
Tahukah anda bahwa kebahagiaan dan kesenangan hidup tidak terletak pada waktu nanti, tetapi saat ini? Kebahagiaan adalah pilihan. Sekalipun hal yang kurangbaik terjadi, kita harus tetap menjaga sukacita dan damai sejahtera. Dan, sesuatu yang baik pasti segera menghampiri."Seorang anak yang penuh syukur akan berterima kasih dalam segala situasi. Seorang anak pengeluh, akan tetap mengeluh meskipun hidup bahagia di Surga."
Ketahuilah bahwa orang-orang yang bahagia bukanlah orang-orang yang hidup dengan keinginan yang selalu dipenuhi oleh Tuhan, melainkan orang-orang yang mampu menghadapi kegelapan, tantangan, dan hambatan. Mereka memerangi, menyiasatinya dan menang.
0 comments:
Post a Comment