Jakarta- Berbagai alternatif energi yang dapat dikembangkan selain energi fossil adalah air, angin, geothermal, biofuel, dan solar cell. Energi terakhir yang menjadi favorit penggiat lingkungan, yaitu solar cell, ternyata dalam proses pembuatannya tidak ramah lingkungan.
Diibaratkan seperti melempar koin, apabila bagian ekor dipilih maka bagian kepala diposisi yang tidak terlihat. Demikian juga dengan pemilihan jenis energi, akan berdampak pada bagian bumi yang lain.
Guru Besar Universitas Teknologi Toyohashi Jepang, dan juga Mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, Satryo Soemantri Brojonegoro, dalam kuliah inagurasinya sebagai anggota Komisi Ilmu Rekayasa Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia menguraikan,"Satu panel berukuran 1 x 1,5 m2 dengan kapasitas 1 KW/hari membutuhkan 40 kg batubara untuk proses pembuatannya, padahal 40 kg batubara mampu langsung menghasilkan energi sebesar 130 kwh."
Nah, pencemaran terjadi pada saat pembuatan panel yang berbahan baku batubara. Prose pembakaran batubara ini menimbulkan emisi green house gases, polusi kimia, dan limbah silica yang tidak dapat didaur ulang.
Pada tahun 2008, Cina telah membakar 30 juta ton batu bara untuk memproduksi panel yang dibutuhkan oleh USA dan Eropa, artinya telah terjadi pemanasan global oleh China. Satryo menambahkan,"Kendala utama pemanfaatan tenaga matahari adalah pengadaan solar panel" lanjutnya. Proses pembuatan panel dimulai dari penambangan batuan silica kemudian diproses berturut-turut, silica metalic, trichlorosilane, polycrystalline silicon, soar cell, dan panel. Salah satu bahan kimua yang berbahaya adalah chlorine yang digunakan pada setiap urutan proses pembuatan chanel, sedangkan untuk pemurnian silica diperlukan proses pemanasan yang lama pada temperatur tinggi.
Pemanfaatan energi matahari terus meningkat di berbagai belahan bumi ini, yaitu dengan penggunaan satelit tenaga matahari. Solar cell ditempatkan di ruang angkasa dengan orbit tinggi sehingga terkena sinar matahari sepanjang masa. Tenaga matahari ini kemudian dikonversi menjadi listrik yang kemudian dipancarkan sebagai gelombang mikro ke stasiun bumi. Satu satelit diperkirakan mampu menyediakan 10 GW listrik di bumi secara terus menerus.
Search : http://www.technologyindonesia.com
0 comments:
Post a Comment